Saturday, 1 February 2020


Jauh sebelum ini, kita adalah rangkaian kisah yang saling berkaitan. Betapa banyak cerita dulu yang berdampak pada sekarang. Hidup rupanya bukan untuk sekedar hari ini, besok, atau berpuluh tahun yg akan datang. Hidup itu turun-temurun. Turun terus menerus. Bergenerasi. Melanjutkan DNA. Menyimpan kisah-kisah yang mungkin berlanjut pada anak cucu. Siapa sangka. 

***
Satu hari di bulan suci terniatlah dalam hati untuk mengcreate kegiatan berbagi kebaikan di kampung, sebuah program sosial dari lembaga filantropi Dompet Dhuafa. Sasarannya adalah kaum dhuafa dan anak yatim piatu. 

Rapat daring, rapat luring, riset kecil-kecilan, hingga sampailah pada survey lokasi. Cukup sulit menemukan lokasi dengan lingkungan masyarakat yang mendukung sekaligus dihuni oleh banyak kaum dhuafa serta anak yatim piatu. Akhirnya, setelah berbagai pertimbangan kami putuskan untuk menggabungkan dua kriteria tersebut pada satu tempat. Lingkungan masyarakat yang mendukung menjadi pilihan lokasi kegiatan sedangkan kaum dhuafa dan anak yatim piatu kami mobilisasi ke lokasi tersebut.

Ada beberapa panti asuhan di kota ini. Dari sekian yang kami kunjungi ada satu panti yang agak beda dari biasanya, unik, dan menginspirasi. Sebuah yayasan yang diberi nama Wahdini oleh pendirinya yang seorang tunanetra dan biasa di panggil Pak Juju. 

***
Ketika kami berucap salam, matanya seolah meraba-raba dan berkata, "Waalaikumsalam, silahkan masuk, dengan siapa ya?"

Kami memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud serta tujuan sedangkan Pak Juju mendengar dengan hati-hati. Kami usai berucap. Beliau tersenyum dan bergumam, "Alhamdulillah."

Yayasan Wahdini dahulunya fokus dalam upaya pemberdayaan tunanetra. Yayasan ini berdiri atas kepedulian pendirinya kepada sesama tunanetra yang ia yakini memiliki potensial yang luar biasa untuk diberi pembinaan. Pak Juju bercerita banyak tentang dirinya dan awal mula yayasan Wahdini terbentuk, "Dik, Bapak dulu adalah seorang dosen yang tidak lama lagi akan diangkat menjadi PNS." beliau berhenti sejenak dan melanjutkan, "Menjelang pengangkatan tersebut, Bapak mendapat tawaran kerjasama untuk mendirikan yayasan ini."

Pak Juju tanpa ragu dan semangat menerima tawaran tersebut. Beliau sangat peduli sekali akan masa depan para tunanetra. Menurutnya, harus ada orang-orang yang memberikan perhatian lebih. Selama beberapa tahun ke belakang dan sampai dengan hari ini, Pak Juju tetap istiqomah mencari para tunanetra untuk diberikan pembinaan. Ada yang menerima, tak menutup pun ada yang menolak.

Pak Juju bercerita, "Pernah suatu waktu Bapak ingin mengajak seseorang agar diberikan pembinaan di Yayasan Wahdini berupa belajar Al-Qur'an dan keterampilan yang dapat membantu tunanetra berkarya dalam hidupnya." kemudian beliau melanjutkan, "Tetapi, bukan perjuangan namanya kalau tidak ada rintangan, kami ditolak oleh pihak keluarga. Mereka merasa hal tersebut tidak perlu dilakukan. Walau demikian kami tetap berusaha meyakinkan. Sebab kebanyakan tunanetra yang kami temui tidak terbina dengan baik." jelas beliau.

Walau hari ini yayasan Wahdini fokus pada pembinaan anak yatim piatu dan dhuafa, namun tidak menutup untuk para tunanetra bergabung bersama yayasan tersebut. "Sekarang memang ada sekitar 30 anak disini, tetapi maksud untuk memberdayakan para tunanetra tetap akan menjadi bagian perjuangan kami."

Tak berhenti sampai disitu, sampai hari ini Pak Juju dibantu istrinya terus melakukan pengembangan terhadap ternak ayam higienis. Ternak ayam tersebut sebagian dijual kepada pedagang dan sebagian lagi diolah menjadi makanan ayam geprek. Alhasil, ternak ayam higienis tersebut menjadi salah satu sumber pendanaan yayasan Wahdini, bahkan membuka lapangan pekerjaan, "ada 2 pegawai saya di sini yang fokus mengurusi ternak ayam higienis, saya janjikan kepada mereka kalau bulan ini tembus target akan saya naikkan gajinya," tutur Pak Juju.

Satu hal yang menjadi kekhasan Pak Juju adalah kegemaran beliau untuk riset dan berinovasi. Salah satu produk hasil dari riset yang berkali-kali trial and error ia lakukan adalah pakan organik untuk ayam higienis. "Saya berapakali gagal itu dek. Tetapi saya penasaran terus. Sampai akhirnya, Alhamdulillah berhasil!" cerita beliau.

Dengan keterbatasan sebagai penyandang Tunanetra tidak lantas membuat Pak Juju lemah atau putus asa. Kekurangan tersebut justru sumber semangat beliau, "Bila kesempurnaan hanya dinilai dari fisik, maka artinya yang cacat fisik tidak sempurna." getirnya dan melanjutkan, "Padahal Allah menciptakan makhluknya dengan penciptaan paling sempurna bukan?" sembari tersenyum, sosok beliau kembali membuat kami kagum.

Melihat Pak Juju, rasanya tidak berlebihan kalau saya katakan beliau seperti berguru pada Almarhum B.J. Habibie. Pak Juju bagai 'habibie lokal' yang mewakafkan semangat dan kecerdasannya agar bermanfaat bagi banyak orang tanpa berharap imbalan apapun selain keberkahan dan ridho illahi.

Ditulis part time sejak 19 hingga 21 September 2019 di Jl. Gatot Subroto No. 161.

2 komentar

Waah, ditulis tahun 2019. Dipost awal 2020. Ku bacanya menjelang akhir 2020 nih kak 😀

REPLY

Dan kk balas, awal tahun 2021, Do. Alhamdulillah :)

REPLY

Berikan komentar terbaikmu :)

Peradaban Muda . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates