Saturday, 17 April 2021

1.    

1. Dalam menjalankan perintah agama, terkadang ada beberapa perintah dan janji Allah Swt. Yang menurut pandangan manusia tidak masuk akal. Sehingga, terkadang kita ragu dalm mengimani dan menjalankannya. Padahal, sebenarnya, ketika ada suatu janji atau perintah Allah yang tidak masuk akal, hal itu disebabkan keterbatasan akal kita dalam menembus skenario Allah Swt.  (Kepompong Ramadhan, Halaman 7)

2. Setelah mendengar keluhan orang fakir tad, Rasulullah lalu bersabda, “Sukakah aku ajarkan kepadamu amal perbuatan yang dapat mengejar mereka dan tidak seorang pun yang lebih utama dari kamu, kecuali yang berbuat seperti perbuatanmu?” dengan antusia mereka menjawab, “Baiuklah, ya Rasulullah.” Kemudia nabi SAW bersabda, “Bacalah SubhanaAllah, Allahu akbar, dan Alhamdulillah setiap selesai shalat masing-masing 33 kali. (Kepompong Ramadhan, Halaman 9)

3. Karena itu, orang yang beruntung adalah orang yang ketika terjerembab dalam kemaksiatan segera menyadari kesalahannya dan bertobat sebelum ajal tiba, Sebaliknya, orang yang merugi adalah yang asyik berbuatdosa tanpa rasa bersalah. Bahkan, berupaya untuk melebarkan sayap dosanya sehingga ia meninggal dunia dalam keadaan su’ul khatimah. Naudzubillah. (Kepompong Ramaddhan, Halaman 16)

4. Kebahagiaan itu tidak diukur hanya dengan materi. Orang yang susah, mengidentikkan bahagia kalau punya rumah gedung, mobil mewah, makan yang enak-enak, dan gaji jutaan rupiah. Namun, tidak sedikit orang yang bergelimangan harta mengeluh kepenatan batin, fisik ambruk sering keluar masuk rumah sakit, dan pikiran selalu didera masalah yang datang bertubi-tubi. Padahal,  nabi SAW tidak berlebihan mengidentifikasi standar kebahagiaan, “JIka seseorang dapat tidur nyenyak, sehat badannya, da nada makanan untuk satu hari, maka dia telah memiliki segalanya.” (Kepompong Ramadhan, Halaman 22)

5. Untuk menjadi orang yang bersyukur, setidaknya ada tiga syarat yang harus dipenuhi. Pertama, mengetahui apa itu nikmat dan meyakini sepenuhnya bahwa nikmat tersebut adalah pemberian Allah. Kedua, bahagia dan gembira dengan nikmat yang Allah berikan kepada kita. Dan, ketiga, melakukan hal-hal yang disukai oleh Pemberi Nikmat, baik melalui lisan dengan ucapan Alhamdulillah maupun melalui perbuatan-perbuatan yang disukai-Nya. (Kepompong Ramadhan, Halaman 28)

6. Dalam ilmu kedokteran termasuk para dokter dari dunia barat memuji kaidah-kaidah puasa. Karena, menurut mereka, pengendalian diri merupakan obat paling manjur untuk meredam berbagai penyakit. Mereka menyimpulkan bahwa kemarahan, kebencian, dengki, sakit hati, dan dendam kesemuanya oleh agama diminta agar kita meredamnya adalah sikap-sikap yang memperburuk kesehatan karena merusak daya tahan tubuh. Banyak penyakit seperti jantung, hipertensi, dan stroke diperberat oleh sikap-sikap demikian. (Kepompong Ramadhan, Halaman 30)

7. Manusia hidup di dunia layaknya pengembara yang sedang melakukan perjalanan. Sang pengembara harus melaksanakan tugas yang diembannya, ia tidak boleh mengecewakan pihak yang memberi amanat. Semua tempat yang disinggahi bukanlah tempatnya, ia hanya menumpang untuk kemudian meninggalkannya kembali. Semua harta yang dimiliki juga bukan miliknya, itu hanya titipan dan suatu saat akan ditinggalkan. (Kepompong Ramadhan, Halaman 39)

8. Kendati segala sesuatu menjadi sulit, namun jangan sampai lepas dan ber[utus asa dari jalan-Nya. Tidak selayaknya kita menjadi orang yang seakan tidak memperoleh nikmat Allah sedikitpun, sehingga membawa kita gelap mata dan berbuat nista atau bahkan brbuat sesuatu yang dzalim meski pada diri sendiri. Na’udzubillah. (Kepompong Ramadhan, Halaman 46)

9. Banyak orang yang mengira bahwa istighfar atau taubat itu cukup hanya dengan lisan. Sementara perbuatannya tetap berlanjut dalam dosa-dosa. Istighfar seperti ini, menurut para ulama, adalah istighfar setengah hati. Al Ashfahani menerangkan, “Istighfar artinya memohon ampunan dengan ucapan dan perbuatan. Maka, perintah Allah yang artinya memohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah MAha Pengampun.” (QS. Nuh: 10). Itu perintah untuk memohon ampunan dengan lisan dan perbuatan. Siapa yang mengatakan itu cukup dengan lisan saja, jelas itu perbuatan para pendusta. (Kepompong Ramadhan, Halaman 49)

10. Wahai bibi, tolong ceritakan kepadaku bagaimana kalian membina rumah tangga?” Urwah, kemenakan Aisyah RA melontarkan pertanyaa, saat dia menemani hari-khari aisyah yang tengah berkabung atas kepergian Rasulullah SAW ke pangkuan Sang Khaliq. Sambil tersenyum getir Aisyah mencoba mengulang kembali kenangan indah yang paling berkesan saat ia masih menjadi istri baginda RAsul, “Demi Allah wahai kemanakanku. Sunggu kami pernah melihat bulan sabit berganti di langit sampai tiga kali berturut-turut dalam dua bulan. Selama itu tidak pernah tungku api menyala di seluruh rumah istri Rasulullah SAW.” (Kepompong Ramadhan, Halaman 53)

#WAGFLPSumselMenulis  #lampauibatasmu

Berikan komentar terbaikmu :)

Peradaban Muda . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates