Wednesday, 17 March 2021

Kaum Quraisy heran dan menyangkal cerita nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang isra mikraj. Peristiwa yang tidak masuk di akal manusia tersebut membuat penduduk Mekkah semakin meragukan Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mereka menganggap Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hanyalah pembual yang sedang berdusta.

Perjalanan nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa di Palestina hingga naik ke langit tujuh hanya dalam waktu 1 malam tidak dapat dicerna oleh nalar manusia. Peristiwa yang terjadi pada 27 Rajab di tahun ke delapan kenabian tersebut juga diikuti oleh kisah-kisah yang membuat heran penduduk Mekkah saat itu. Mulai dari kendaraan super cepat yang bernama buraq, waktu perjalanan ke Baitul Maqdis yang singkat, ditemani malaikat Jibril, menembus langit pertama sampai langit ke tujuh, bertemu para nabi, melihat surga dan neraka, hingga bertemu Allah Subhanahu wata’ala dan menerima perintah shalat secara langsung.

Momentum bersejarah tersebut diabadikan Allah Subhanahu Wata’ala dalam Al-qur'an surat Al-Isra ayat 1, "Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat."

Saat mengetahui kabar tentang perjalanan isra mikraj Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, banyak orang yang mendustakan. Bahkan, tidak sedikit orang Islam yang lemah imannya lantas berbalik menjadi murtad. Namun, hal tersebut tidak bagi Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu , orang yang paling percaya dan paling mengimani segala hal yang bersumber dari Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Saat ditanya tentang sikapnya terhadap peristiwa isra mikraj, dengan tegas Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu  menjawab, "Aku membenarkan jika berita tersebut lebih dari yang kalian (orang-orang) kabarkan. Aku membenarkan berita dari langit yang turun kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka, bagaimana mungkin aku tidak membenarkan beliau tentang perjalanan ke Baitul Maqdis itu?"

Menjadi Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah menjadi orang asing yang lain dari pada kebanyakan orang. Risiko menjadi orang seperti itu bisa saja dijauhi, dibenci, bahkan disakiti karena dianggap “nyeleneh”. Gelar As-Shidiq yang berarti berkata benar, sangat tepat disandang oleh Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu karena keimanannya yang luar biasa, percaya perkataan Rasul tanpa tapi. Semoga kita dapat meneladani sikap tegas dan iman yang kuat dari seorang Abu-Bakar Ash-Shiddiq melalui peringatan peristiwa isra mikraj di tahun 1442 H / 2021 Masehi.


Berikan komentar terbaikmu :)

Peradaban Muda . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates