Percaya, Tapi…
Kaum Quraisy heran dan menyangkal cerita nabi
Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam tentang isra mikraj. Peristiwa yang tidak masuk di akal
manusia tersebut membuat penduduk Mekkah semakin meragukan Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mereka
menganggap Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hanyalah
pembual yang sedang berdusta.
Perjalanan nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa
di Palestina hingga naik ke langit tujuh hanya dalam waktu 1 malam tidak dapat
dicerna oleh nalar manusia. Peristiwa yang terjadi pada 27 Rajab di tahun ke
delapan kenabian tersebut juga diikuti oleh kisah-kisah yang membuat heran
penduduk Mekkah saat itu. Mulai dari kendaraan super cepat yang bernama buraq,
waktu perjalanan ke Baitul Maqdis yang singkat, ditemani malaikat Jibril,
menembus langit pertama sampai langit ke tujuh, bertemu para nabi, melihat
surga dan neraka, hingga bertemu Allah Subhanahu
wata’ala dan menerima perintah shalat secara langsung.
Momentum bersejarah tersebut
diabadikan Allah Subhanahu Wata’ala dalam
Al-qur'an surat Al-Isra ayat 1, "Maha Suci Allah, yang telah
memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil
Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya
sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar
lagi Maha Melihat."
Saat mengetahui kabar
tentang perjalanan isra mikraj Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
banyak orang yang mendustakan. Bahkan, tidak sedikit orang Islam yang lemah
imannya lantas berbalik menjadi murtad. Namun, hal tersebut tidak bagi Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu , orang yang paling percaya dan
paling mengimani segala hal yang bersumber dari Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Saat ditanya tentang
sikapnya terhadap peristiwa isra mikraj, dengan tegas Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu menjawab, "Aku
membenarkan jika berita tersebut lebih dari yang kalian (orang-orang) kabarkan.
Aku membenarkan berita dari langit yang turun kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Maka, bagaimana mungkin aku tidak membenarkan beliau tentang perjalanan ke
Baitul Maqdis itu?"
Menjadi Abu Bakar Ash-Shiddiq
adalah menjadi orang asing yang lain dari pada kebanyakan
orang. Risiko menjadi orang seperti itu bisa saja dijauhi, dibenci, bahkan
disakiti karena dianggap “nyeleneh”. Gelar As-Shidiq yang berarti berkata benar,
sangat tepat disandang oleh Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu karena keimanannya yang luar biasa,
percaya perkataan Rasul tanpa tapi. Semoga kita dapat meneladani sikap tegas
dan iman yang kuat dari seorang Abu-Bakar Ash-Shiddiq
melalui peringatan peristiwa isra mikraj di tahun 1442 H / 2021 Masehi.

Berikan komentar terbaikmu :)