Sumpah Pemuda: Sebuah Warisan Tanpa Masa Berlaku
Perjalanan bangsa Indonesia menjadi sebuah negara kesatuan yang terbentang luas dari sabang sampai merauke adalah perjuangan panjang dari satu generasi ke generasi. Jauh sebelum merdeka, nusantara menjelma dalam kisah-kisah primordialisme masing-masing dan dengan keunikannya yang beragam. Teritorial wilayah yang terpisah oleh hutan, gunung, lautan, seolah menjadi alasan yang masuk akal untuk Indonesia yang dulu tidak bersatu. Bahkan hari ini, banyak negara terpecah sekalipun pada dataran yang sama.
Ahli sejarah berpendapat bahwa, tonggak awal yang mejadi pemersatu bangsa kita adalah sumpah pemuda. Momentum yang bersejarah itu memotong sekat pembeda semisal daerah, suku, bahasa, adat, budaya, dan lain sebagainya yang dapat menimbulkan etnosentrisme. Sumpah pemuda adalah ikrar suci para pemuda Indonesia untuk bersatu atas dasar senasib sepenanggungan kala itu, untuk membangun formulasi yang kokoh dalam melawan kolonialisme.
Sumpah pemuda adalah peristiwa menakjubkan yang dimotori oleh para pemuda Indonesia, mereka menyebut diri dalam teks sumpah pemuda sebagai putra dan putri indonesia. Dalam situasi penjajahan dan keterbelahan antar daerah, pemuda Indonesia hadir sebagai problem solving. Perbedaan yang ada justru berbalik menjadi pemersatu dan kekuatan perlawanan. Kekuatan yang diikat dalam satu perjanjian kesepakatan; tiga kalimat yang luar biasa. Kalimat-kalimat tersebut seolah menjadi penyejuk dahaga perjuangan. Mari kita uraikan ketiga kalimat yang sampai saat ini tetap berdaya dalam perbincangan.
1. Bertumpah darah satu, tanah air Indonesia
Sebuah kalimat yang penuh dengan energi. Membawa semangat yang sama yakni semangat memiliki tanah air dan kita berjuang bersama mempertahankan sampai darah sekalipun harus tumpah. Rasa memiliki tanah dan air inilah yang meleburkan perbedaan di antara lapisan masyarakat. Tanah yang berada di setiap petak Indonesia; di hutan, bukit, lembah, atau pegunungan dan air yang terletak di laut, muara, teluk, sungai-suangai sekalipun adalah kepemilikan bersama yang harus dijaga dan dijuangkan.
2. Berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
Mendefinisikan ulang arti sebuah bangsa. Bangsa bukanlah suku, trah, atau marga sekalipun. Bangsa adalah kesatuan yang lebih besar dan lebih utama dalam menegakkan rasa kemanusiaan. Apapun suku kita dimanapun kita tinggal, selama berada dan menyatakan diri sebagai bangsa Indonesia, maka itu sudah lebih dari cukup untuk kita saling bersatu tanpa haris mengucilkan kelompok atau etnis tertentu. Sebuah nilai persatuan yang autentik dari pendahulu kita yang semestinya diresapi oleh setiap anak bangsa.
3. Menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia
Bahasa menjadi salah satu alat perjuangan yang utama. Ust. Salim A Fillah, Dai sekaligus penulis mengatakan bahwa, bahasa Indonesia adalah bahasa yang paling sederhana. Ia tidak membutuhkan banyak prasyarat dalam tata bahasa. Cukup ditambahkan keterangan pada akhir kalimat maka sudah bisa dipahami apa maknanya. Pengukuhan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang harus dijunjung menjadi aktivitas verbal yang makin menguatkan karakter perjuangan bangsa Indonesia.
Bila kita berkaca pada peristiwa sumpah pemuda dan ikrar di dalamnya, maka sesungguhnya pemikiran untuk berjuang, bersatu, dan berbahasa yang sama sebagai perajut perjuangan adalah hal lama yang sejak 92 tahun lalu menjadi keresahan rakyat Indonesia. Dahsyatnya, pemuda Indonesia cerdik untuk menangkap keresahan tersebut dan mencari solusi sebagai pondasi sekaligus jaring pengaman dari hasutan perpecahan. Inilah peran pemuda pada masa-masa itu, dan bila kita tarik kisah-kisah selanjutnya tak akan luput dari peran para pemuda. Peristiwa proklamasi 1945, tiga tuntutan rakyat 1966, sampai dengan reformasi 1998 yang mengakhiri masa orde baru.
"Karena kemudaan berarti masih hijaunya mereka." tulis Ust. Salim A Fillah dalam sebuah artikel, "Dan hijau berarti masih akan terus tumbuh dan berkembang, sementara membusuk adalah kepastian berikutnya bagi yang telah matang." pungkasnya. Pemuda adalah mereka yang identik dengan semangat yang menggebu-gebu. Masa-masa dimana pikiran, jiwa, dan raga berada pada kondisi terbaik. Maka memang sangat wajar, jika harapan inovasi dan perubahan itu diarahkan kepada para pemuda.
Peristiwa-peristiwa yang telah terjadi sebelumnya adalah catatan sejarah. Cerita tersebut telah menjelma dari keheroikan menjadi sebuah tulisan. Kita tidak diharapkan hanya sekedar tahu dan paham, tetapi lebih dari itu. Kata Bung Karno, "Ambil apinya, bukan abunya!". Semangat, cara berpikir, perjuangan, rasa kemanusiaan dan persatuan sebagai bangsa adalah nilai-nilai yang diharapkan hidup terus menerus di tengah-tengah para pemuda. Sebagaimana waktu berjalan dan orang berganti, begitulah masalah dan solusi pula berevolusi dengan macam varian. Tetapi sejatinya, nilai-nilai kebaikan yang telah diwariskan dari pemuda yang terdahulu, tetaplah sama tanpa masa berlaku.

Berikan komentar terbaikmu :)