Berkurban Nyawa
Pada bulan Zulhijah setiap tanggal 10 tepatnya, umat Muslim di seluruh dunia memperingati sebagai hari raya Iduladha. Sebuah hari raya yang akan senantiasa mengingatkan kita tentang kisah Nabi Ibrahim Alaihi salam dengan anaknya, Nabi Ismail Alaihi salam. Kisah tentang bapak dan anak laki-laki yang berhasil dalam ujian ketakwaan.
Kita tentu masih ingat, dalam kisah-kisah yang sering diceritakan ustaz/ustazah di pengajian. Kala itu, Nabi Ibrahim Alaihi salam, setelah berpuluh tahun menanti sang buah hati akhirnya, Allah memberi seorang putra dari istrinya Siti Hajar yang diberi nama Ismail. Nabi Ismail Alaihi salam tumbuh sebagai anak yang cerdas dan sehat. Sampai suatu hari ujian itu datang.
Dalam mimpinya, Nabi Ibrahim Alaihi salam menyembelih putranya sendiri, dan mimpi seorang nabi adalah hak. Sebuah perintah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kemudian Nabi Ibrahim menceritakan mimpinya tersebut kepada Nabi Ismail yang saat itu baru berusia 7 tahun. Tanpa keraguan sedikit pun, Nabi Ismail Alaihi salam dengan tenang menjawab mantap untuk melakukan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut. Dalam Al-Qur'an, Surat Ash-Shaafaat ayat 102, Allah Subhanahu wa Ta’ala abadikan, "Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insyaAllah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” tegar Nabi Ismail.
Sebuah pembuktian kualitas iman di antara keduanya. Baik bapak maupun anak memiliki kemantapan hati yang sama dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tiada keraguan sama sekali. Padahal, jika Nabi Ibrahim Alaihi salam mau berkeluh sedikit, mengapa harus anak yang telah berpuluh tahun ia dambakan yang harus dijadikan korban, bahkan di tangannya sendiri. Bapak macam apa yang tega membunuh anaknya sendiri? Kemudian beliau bisa saja berdoa kepada Allah meminta keringanan. Namun, begitulah kualitas iman seorang nabi yang juga diwariskan kepada sang anak.
Nabi Ismail yang saat itu masih bocah berumur 7 tahun, mempersilahkan bapaknya untuk melakukan perintah Allah, sekalipun merenggut nyawanya. Padahal, wajar jika Nabi Ismail saat itu mempertanyakan, "Hanya karena sebuah mimpi, Abi?" Kemudian ia berlari menangis, dan mengadu pada uminya, "Abi sudah gila!" Oh tidak, anak 7 tahun itu telah memiliki iman yang luar biasa. Mendapatkan pendidikan terbaik dari uminya. Ia tidak tumbuh seperti anak-anak manja. Nabi Ismail dibesarkan dengan nilai-nilai keimanan.
Setelah keduanya saling rida dan hendak melakukan perintah Allah tersebut, sedetik itu pula Allah turunkan kuasanya dengan seekor domba yang menjadi pengganti Nabi Ismail. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Wahai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.” (QS. Ash Shaafffat: 104-106)
Sejak hari itu, kita senantiasa memperingati hari raya Iduladha dengan berkurban. Kisah Nabi Ibrahim dan anaknya memberikan kita pelajaran bahwa, untuk pembuktian sebuah cinta tentu akan diuji dengan berbagai pengorbanan. Nabi Ibrahim Alaihi salam dan Nabi Ismail Alaihi salam telah membuktikan keimanan dan rasa cintanya kepada Sang Pencipta. Saat ini adalah giliran kita untuk menyisihkan sebagian harta agar dapat berkurban. Tidak serumit nabi dahulu, yang harus diawali dengan rasa ikhlas mengorbankan nyawa manusia. Pada masa saat ini, Allah telah cukupkan dengan berkurban hewan ternak yakni: kambing, sapi atau unta sebagai ibadah sunah yang dianjurkan setiap hari raya Iduladha. Semoga Allah memberi kita kemampuan, amin.
#lampauibatasmu #WAGFLPSumselMenulis

Berikan komentar terbaikmu :)