Saturday, 11 April 2020

Dikutip dari detik.com pada 28 Maret 2020, bahwa 3 jemaah Masjid Jami Kebon Jeruk, Taman Sari, Jakarta Barat, telah positif Covid-19. Aparat setempat bertindak cepat dengan mengisolasi masjid tersebut beserta 150 orang jemaah di dalamnya dan melakukan rapid test, sebagai langkah awal pencegahan agar virus tidak semakin meluas. Dua pekan setelahnya, yakni 7 April 2020 melalui laman tempo.co dan media berita lainnya, secara resmi jumlah jemaah Masjid Jami Kebon Jeruk yang positif Covid-19 meroket menjadi 73 orang.
Guys, tidak dimungkiri bahwa, salah satu tempat potensial penularan Covid-19 adalah masjid. Mari kita beranjak sejenak dari bahasan ideologi dan keyakinan, serta fakta bahwa MUI memang telah mengeluarkan fatwa untuk menahan diri dari berjemaah di masjid.
Beberapa hal substansial perlu dijabarkan secara gamblang di sini, bahwa kedua cara penularan Covid-19 beresiko besar ada di masjid; Droplets borne dan contact borne.
Droplets borne. Melalui percikan seperti batuk, bersin dan sebagainya. Siapa yang tahu dengan pasti jemaah masjid tidak ada yang positif? Percikan-percikan itu sangat mungkin menempel di sajadah atau ambal masjid, keran air wudu, menempel di mushaf melalui tangan, atau pelantang suara masjid setiap kali azan dikumandangkan.
Contact borne. Melalui interaksi yang cukup dekat. Di masjid, tidak perlu anda saling kenal untuk berjabat tangan. Ketika imam telah mengucapkan salam, tanda akhir dari rukun salat, jemaah di samping akan dengan tulus mengajak bersalaman. Entah kebiasaan ini dimulai sejak kapan, yang jelas hal ini berlaku hampir di semua masjid. Tidak peduli anda lebih tua atau lebih muda, pada situasi ini siapa yang terdahulu mengajak bersalaman, itulah yang diburu. Lantas, kamu yang tahu bahwa Covid-19 dapat menular melalui berjabat tangan, akan menolak uluran tangan orang tua yang tidak tahu tentang hal itu. Tidak semua orang tega untuk mengatakan, "Maaf Pak, lagi ada Corona."
Tidak usah jauh-jauh melihat Wuhan atau Italia untuk belajar. Mari kita belajar dari yang paling dekat yakni, Jakarta. Pergerakan senyap Corona akhirnya buka-bukaan. Corona bagai bom waktu, tidak ada yang tahu kapan ia mau meledak. Total kasus di Jakarta per 11 April 2020 sudah mecapai 1.903 positif Covid-19, dari awal bulan maret lalu yang hanya tiga. Belajar dari DKI Jakarta maka, boleh jadi lingkungan kita saat ini zero case. Tetapi sebenarnya, Corona lagi on the way. Bisa jadi rombongan virus tersebut sedang bergerilya pada celah-celah jari kita, sajadah masjid yang kita cium setiap sujud, dan banyak medium lainnya. Hanya soal waktu bagi Corona untuk mengumumkan bahwa ia telah ada sejak lama.
Apalagi dengan masjid yang tidak melakukan apa-apa atau kalau kata anak milenial itu santuy. Sajadah dan ambal tetap digelar, penyemprotan disinfektan nihil, tidak khawatir untuk salam-salaman setelah salat serta lain hal yang menyangkut droplets dan contact borne.
Sejenak saya ingin merenungkan ini semua. Tunggu, bila demikian reaksi rakyat kita, tidak-kah rakyat sama jemawa-nya dengan pejabat yang mengatakan, "Corona tidak masuk ke Indonesia karena doa." atau, "Izinnya berbelit-belit, jadi Corona susah masuk." yang lebih berani saat menjadikan Corona sebagai senda gurau, "Kita kebal Corona karena makan nasi kucing."
Lihat, itu persis sebuah uswah sayyi'ah (teladan yang buruk). Anda ingin tetap berjemaah di masjid? Saran saya, mulailah selektif.

#WAGFLPSumselMenulis
#flpsumsel
#Covid-19

Berikan komentar terbaikmu :)

Peradaban Muda . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates